(下)SURAT KETUJUHBELAS (第十七封来信)(14)
Biasanya ayahku hanya akan tidur kalau tidak mengantar dan menjemputku sekolah, waktu tidak bisa tidur dia berbaring di tempat tidur saja dengan mata terpejam.
Aku tahu dia sedang merindukan ibuku. Tapi saat aku pulang dari sekolah, dia ingin aku tinggal di kamar bersamanya. Itu baik-baik saja pada awalnya, aku mengerjakan PR-ku, dia tidur, kami tidak berkomunikasi. Tapi setelah itu, mungkin ia akan merasakan sakit kepala karena terlalu banyak tidur, kadang-kadang berbaring untuk sementara saja ayahku akan bangun untuk mencari obat penghilang rasa sakit untuk diminum.
Mendengar suara gerakannya terus-menerus di belakang maka aku berkata, "Ayah, bisakah kamu diam saja."
Dia mengabaikan aku, terus mendapatkan obatnya dan menuangkan air dengan suara gemerincing, setelah meminum obatnya, dia diam untuk beberapa menit, lalu mulai membuat keributan lagi, menemukan buku tentang Palmistri entah dari mana dan bersikeras ingin membaca garis tanganku.
Tanganku pada saat itu bahkan tidak sebesar setengah tanganku sekarang, maka aku merasa diganggunya sampai sangat kesal sehingga aku memberikan tangan kananku kepadanya dan terus menulis pekerjaan rumah aku dengan tangan kiriku. Ayahku memegang tanganku dan membolak-balik buku itu dengan gembira, mengikuti apa yang tertulis dalam buku dan menganalisa dengan suara lantang bahwa aku akan berlaku apa-apa pada masa depan. Aku membalasnya dengan “ya, ya” saja, tidak mendengarkan sepatah kata pun.
Aku tahu dia sedang merindukan ibuku. Tapi saat aku pulang dari sekolah, dia ingin aku tinggal di kamar bersamanya. Itu baik-baik saja pada awalnya, aku mengerjakan PR-ku, dia tidur, kami tidak berkomunikasi. Tapi setelah itu, mungkin ia akan merasakan sakit kepala karena terlalu banyak tidur, kadang-kadang berbaring untuk sementara saja ayahku akan bangun untuk mencari obat penghilang rasa sakit untuk diminum.
Mendengar suara gerakannya terus-menerus di belakang maka aku berkata, "Ayah, bisakah kamu diam saja."
Dia mengabaikan aku, terus mendapatkan obatnya dan menuangkan air dengan suara gemerincing, setelah meminum obatnya, dia diam untuk beberapa menit, lalu mulai membuat keributan lagi, menemukan buku tentang Palmistri entah dari mana dan bersikeras ingin membaca garis tanganku.
Tanganku pada saat itu bahkan tidak sebesar setengah tanganku sekarang, maka aku merasa diganggunya sampai sangat kesal sehingga aku memberikan tangan kananku kepadanya dan terus menulis pekerjaan rumah aku dengan tangan kiriku. Ayahku memegang tanganku dan membolak-balik buku itu dengan gembira, mengikuti apa yang tertulis dalam buku dan menganalisa dengan suara lantang bahwa aku akan berlaku apa-apa pada masa depan. Aku membalasnya dengan “ya, ya” saja, tidak mendengarkan sepatah kata pun.